Ungkap Potensi Kecurangan Pemilu di Malaysia, TKN Prabowo-Gibran Minta Bawaslu Turun Tangan

JAKARTA – Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mengungkap adanya potensi kecurangan Pemilu yang terjadi di Malaysia.

Dugaan kecurangan yang terekam dalam video berdurasi 1 menit itu terkait 90% DPT di Malaysia yang sudah tidak bekerja di Malaysia, upaya mencuri suara oleh Pantia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur, temuan 3.000 surat suara yang dikirim via POS bukan ke alamat PPLN, hingga upaya PPLN menyogok petugas Pos agar 7.000 surat suara tidak dikirimkan melalui Pos.

“Berdasarkan video yang kita lihat, ada potensi kecurangan pemilu yang terjadi di Malaysia dan adanya potensi bahwa PPLN Malaysia tidak bekerja dengan profesional dan tidak berintegritas,” kata Wakil Komandan Alpha TKN Prabowo-Gibran, Fritz Edward Siregar dalam jumpa pers di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis (1/2/2024).

Fritz mengatakan, jika dugaan 90% DPT di Malaysia yang tidak akurat terbukti, maka hal itu melanggar UU No 7 Tahun 2017 Pasal 489. Beleid itu menyebut ada ancaman pidana bagi panitia pemungutan suara yang lalai.

“Bahwa setiap PPS atau PPLN yang sengaja tidak mengumumkan dan atau tidak memperbaiki DPS setelah mendapat masukan dari masyarakat dan atau peserta Pemilu maka bisa dipidana penjara 6 bulan,” kata Fritz.

Mengacu data KPU tahun 2024, Fritz mengungkapkan, dari total 1,8 juta pemilih luar negeri, mayoritas atau 800 ribu pemilih luar negeri berada di Malaysia. Karena itu, temuan ini harus mendapat perhatian khusus dari KPU dan Bawaslu.

“Kalau kita kumpulkan jumlah suara yang ada di Malaysia, berdasarkan data KPU di Kuala Lumpur sekiltar 447 ribu, Johor Baru 119 ribu, Kinabalu 98 ribu, Kuching 65 ribu, Penang 42 ribu, Tawau 60 ribu. Totalnya hampir 800 ribu,” katanya.

“Oleh karena itu, perlu mendapat perhatian dari penyelenggara pemilu. Baik dari KPU dan Bawaslu, untuk lebih berhati-hati. Kami harap KPU dan Bawaslu dapat melakukan tindak lanjut dan dapat mengecek kebenaran terhadap potensi pelanggaran yang mungkin terjadi di Malaysia,” imbuh Fritz.

(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *